Selasa, 17 Juli 2012

Panduan Puasa Ramadhan - Syaikh Abdullah bin Jaarullah bin Ibrahim Al Jaarullah

Download Buku Terbaru dan Terlengkap GratisMASYRU'IYAT PUASA RAMADHAN

"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa "( QS Al-Baqarah : 183 ).
1. Puasa Ramadhan hukumnya Fardu `Ain
2. Puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DAN KEUTAMAAN BERAMAL DIDALAMNYA

1. Bulan Ramadhan adalah:
a. Bulan yang penuh Barakah.
b. Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
c. Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
d. Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
e. Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahan diri.

2. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain :

a. Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya.
b. Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't.
c. Khusus bagi yang puasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah.

RUKUN PUASA

a. Berniat sejak malam hari
b. Menahan makan, minum, koitus (Jima') dengan istri di siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (Maghrib),

Wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.

YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN

Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain, mereka itu ialah :
a). Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
b) Orang yang bepergian ( Musafir ). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.

Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena :
a). Umurnya sangat tua dan lemah.
b). Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
c). Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
d). Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
e). Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

a. Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
b. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
c. Dengan sengaja menyetubuhi istri di siang hari Ramadhan, ini disamping puasanya batal ia terkena hukum yang berupa : memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
d. Datang bulan di siang hari Ramadhan ( sebelum waktu masuk Maghrib)

HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU IBADAH PUASA

a. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
b. Menta'khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh.
c. Berbekam pada siang hari.
d. Mencium, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari (hukumnya makruh)
e. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya.
f. Disuntik di siang hari.
g. Mencicipi makanan asal tidak ditelan.

ADAB-ADAB PUASA RAMADHAN
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib.
Sunnah berbuka adalah sbb :
a. Disegerakan yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti rutob (kurma muda), kurma dan air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat.
b. Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu.
c. Setelah berbuka berdo'a dengan do'a sbb : Artinya : "Telah hilang rasa haus, dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah."

2. Makan sahur. Adab-adab sahur :
a. Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh.
b. Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh.

3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-qur'an
4. Menegakkan shalat malam/shalat Tarawih dengan berjama'ah. Dan shalat Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir (20 hb. sampai akhir Ramadhan). Cara shalat Tarawih adalah :
a. Dengan berjama'ah.
b. Salam tiap dua raka'at dikerjakan empat atau 10 kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at.
c. Dibuka dengan dua raka'at yang ringan.
d. Bacaan dalam witir : Raka'at pertama : Sabihisma Rabbika. Roka't kedua : Qul yaa ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga : Qulhuwallahu ahad.
e. Membaca do'a qunut dalam shalat witir.

5. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati lailatul qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada pengampunan maka ampunilah aku.
6. Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir.
7. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran.

Cara i'tikaf:
a. Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid.
b. Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak.
c. Tidak mencampuri istri dimasa i'tikaf.
Hukumnya
Alloh Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al Baqoroh: 183)
Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya puasa Romadhon dan merupakan salah satu rukun Islam yang dapat diketahui dengan pasti merupakan bagian dari agama. Barang siapa yang mengingkari kewajiban puasa Romadhon maka dia kafir, keluar dari Islam.
Keutamaannya
“Orang yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan mengharap pahala dari Alloh maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits Qudsi, “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
“Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Alloh pada hari kiamat daripada bau misk/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya dan ketika bertemu Alloh mereka bergembira karena puasanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kewajiban Berpuasa Romadhon Dengan Melihat Hilal
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasalah karena melihat hilal Romadhon, berhari raya-lah karena melihat hilal Syawwal. Jika hilal tertutupi mendung maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (Muttafaqun ‘alaih. Lafazh Muslim)
Dengan Apa Bulan Romadhon Ditetapkan ?
Bulan Romadhon ditetapkan dengan melihat hilal meskipun dari satu orang yang sholih atau dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhu berkata, “Banyak orang berusaha melihat hilal. Kemudian aku mengabarkan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa aku sungguh-sungguh melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.”(Shohih. Al Irwa’)
Jika hilal tidak dapat dilihat karena mendung atau sejenisnya maka bulan Romadhon ditetapkan dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Untuk awal bulan Syawwal tidak boleh ditetapkan kecuali dengan persaksian dua orang. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika ada 2 orang muslim bersaksi, maka berpuasalah dan berhari raya-lah kalian.” (Shohih. Shahih Ibnu Majah)
Catatan:
Barang siapa yang melihat hilal seorang diri maka tidak boleh berpuasa sampai masyarakat berpuasa, dan tidak boleh berhari raya sampai masyarakat berhari raya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Puasa adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Berhari raya adalah hari di mana kalian semua berhari raya. Dan berkurban adalah hari di mana kalian semua berkurban.” (Shohih. Shahih Al-Jami’ Ash-Shoghir. At Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, ‘Maknanya bahwa puasa dan hari raya adalah bersama jama’ah [pemerintah kaum muslimin, pent] dan mayoritas manusia [masyarakat, pent].’”)
Siapa yang Diwajibkan Berpuasa ?
Ulama bersepakat bahwa puasa diwajibkan atas orang Islam, berakal, sudah baligh, sehat dan tidak sedang bepergian. Bagi wanita harus tidak dalam keadaan haid dan nifas. (Fiqh Sunnah). Jika ada orang sakit dan musafir tetap berpuasa, maka puasanya sah. Karena bolehnya berbuka bagi keduanya adalah keringanan/rukhshoh, maka jika keduanya tidak mengambil rukhsokh-nya maka itu juga hal yang baik.
Mana yang Lebih Utama, Berbuka atau Berpuasa ?
Jika orang sakit dan musafir tidak menemukan kesulitan untuk berpuasa, maka berpuasa lebih utama. Namun jika keduanya menemukan kesulitan untuk berpuasa, maka berbuka lebih utama.
Abu Sa’id Al-Khudzri rodhiallohu ‘anhu berkata, “Kami dulu berperang bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam di bulan Romadhon. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Orang yang berpuasa tidak memarahi orang yang tidak berpuasa begitu pula sebaliknya. Kami berpendapat bahwa barang siapa yang merasa mampu kemudian berpuasa maka hal itu baik. Dan kami juga berpendapat bahwa barang siapa yang merasa lemah kemudian tidak berpuasa maka hal itu juga baik.” (Shohih. Shohih Tirmidzi)
Adapun tentang tidak wajibnya berpuasa bagi wanita yang sedang haid dan nifas adalah karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah jika wanita sedang haid tidak boleh sholat dan berpuasa? Maka itulah kekurangan agamanya.” (HR. Bukhori)
Jika wanita yang sedang haid dan nifas berpuasa, maka puasanya tidak sah. Karena suci dari haid dan nifas termasuk salah satu syarat puasa sehingga wajib bagi keduanya untuk meng-qodho’ puasanya. ‘Aisyah rodhiallohu ‘anha berkata, “Dulu kami mengalami haid di masa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Maka kami diperintahkan untuk meng-qodho’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qodho’ sholat.”(Shohih. Shohih Tirmidzi)
Kewajiban Bagi Laki-Laki dan Wanita yang Sudah Tua Serta Orang Sakit yang Tidak Dapat Diharapkan Lagi Kesembuhannya
Bagi yang tidak mampu berpuasa karena sudah tua atau sejenisnya maka boleh untuk berbuka dengan memberi makan bagi orang miskin setiap hari yang dia tidak berpuasa karena firman Alloh Ta’ala,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqoroh: 184)
Wanita Hamil dan Menyusui
Jika wanita hamil dan menyusui tidak mampu berpuasa atau khawatir terhadap anaknya jika berpuasa, maka boleh bagi keduanya untuk berbuka. Dan wajib bagi keduanya untuk membayar fidyah namun tidak ada kewajiban qodho’ bagi keduanya.
Ukuran Makanan yang Wajib Diberikan
Dari Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu“Sesungguhnya dia tidak mampu untuk berpuasa Ramadhan pada suatu tahun. Kemudian dia membuat roti dalam satu piring besar dan memanggil 30 orang miskin dan membuat mereka semua kenyang.” (Sanadnya Shohih. Al Irwa’)
Rukun-Rukun Puasa
Pertama, 
Niat
. Karena sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Niat harus dilakukan setiap malam sebelum terbit fajar karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang tidak niat berpuasa sebelum fajar terbit maka puasanya tidak sah’.” (Shohih,Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir)
Kedua, 
menahan diri dari hal-hal yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari
.
Alloh Ta’ala berfirman,
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Alloh untukmu, dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqoroh: 187)
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa Ada Enam Perkara
Pertama dan Kedua, 
makan
 dan minum dengan sengaja. Jika seseorang makan atau minum dalam keadaan lupa maka tidak ada qodho’ baginya dan juga tidak membayar kaffaroh/denda.
Ketiga, 
muntah dengan sengaja
. Jika muntah dengan tidak sengaja maka tidak ada kewajiban qodho’ dan tidak perlu membayar kafaroh.
Keempat dan Kelima, 
haid dan nifas
 meskipun menjelang berbuka puasa mengingat adanya kesepakatan ulama tentang hal tersebut.
Keenam, 
hubungan suami istri
. Orang yang melakukannya wajib untuk membayar kaffaroh: Memerdekakan budak jika punya, jika tidak maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin. (Muttafaqun ‘alaih)
Adab-Adab Puasa
Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk memperhatikan adab-adab berikut ini:
Pertama, 
makan sahur
. Dianjurkan pula untuk mengakhirkan makan sahur.
Dari Anas rodhiallohu ‘anhu dari Zaid bin Tsabit rodhiallohu ‘anhu berkata, “Kami makan sahur bersama Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kemudian melaksanakan sholat.” Aku (Anas) berkata, “Berapa lama antara iqomah dan makan sahur?” Zaid bin Tsabit rodhiallohu ‘anhu berkata, “Jangka waktu untuk membaca Al Quran 50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Jika azan terdengar sedangkan makanan dan minuman masih berada di tangan, maka boleh untuk meneruskan makan dan minum.
Kedua, 
menahan diri dari kata-kata sia-sia dan kotor/menjijikkan dan sejenisnya
 yang bertentangan dengan puasa.
Ketiga, 
dermawan dan mempelajari Al Quran
.
Keempat, 
menyegerakan berbuka puasa
.
Kelima, 
berbuka puasa secara sederhana dengan hal-hal yang disebutkan dalam hadits berikut
.
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah sebelum sholat. Jika tidak ada kurma basah maka beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada kurma kering maka beliau minum beberapa teguk air.” (Hasan Shohih. HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Keenam, 
berdoa pada saat berbuka sesuai dengan hadits berikut
.
“Apabila Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berbuka beliau berdoa yang artinya, ‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, pahala telah ditetapkan, Insyaa Alloh.’” (Hasan. Shohih Sunan Abu Daud)
Hal-Hal yang Diperbolehkan Ketika Berpuasa
Pertama, 
mandi untuk menyegarkan badan
.
Kedua, 
berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung namun tidak berlebihan
.
Ketiga, 
berbekam
. Hukumnya berubah menjadi makruh jika khawatir dirinya menjadi lemah. Yang dihukumi sama dengan bekam adalah donor darah. Jika orang yang ingin mendonorkan darahnya merasa khawatir menjadi lemas maka tidak boleh mendonorkan darah ketika siang hari kecuali sangat dibutuhkan.
Keempat, 
mencium dan bercumbu dengan istri bagi yang mampu menahan dirinya
.
Kelima, 
dalam keadaan junub ketika sudah terbit fajar
.
Keenam, 
menyatukan sahur dan berbuka
.
Ketujuh, 
menggosok gigi, memakai minyak wangi, minyak rambut, celak mata, obat tetes mata dan suntik
.
Dasar dibolehkannya perkara-perkara tersebut adalah kaidah baroo’ah ashliyyah (seseorang terbebas dari suatu hukum sampai ada dalil, pent) Seandainya perkara-perkara itu termasuk perkara yang diharamkan ketika berpuasa niscaya Alloh dan Rosul-Nya akan menjelaskannya.
Alloh berfirman,
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيّاً
“Dan tidaklah Robb kalian itu lupa.” (QS. Maryam: 64)
I’tikaf
I’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon adalah sunnah yang sangat dianjurkan untuk mencari kebaikan dan mencari malam Lailatul Qodar.
‘Aisyah berkata, “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir pada bulan Romadhon. Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Carilah malam Lailatul Qodar di sepuluh hari terakhir bulan Romadhon.’” (HR. Bukhori). ‘Aisyah juga berkata, “Carilah malam Lailatul Qodar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Romadhon.” (Muttafaq ‘alaih)
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga mendorong dan memotivasi umatnya untuk mencarinya. Abu Huroiroh rodhiallohu ‘anhu berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melaksanakan sholat pada malam Qodar karena keimanan dan mengharap pahala dari Alloh, maka dosanya yang telah lalu pasti diampuni.” (Muttafaqun ‘alaih)
I’tikaf tidak boleh dilakukan kecuali di dalam masjid karena firman Alloh Ta’ala,
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan janganlah kamu campuri mereka itu, pada saat kamu ber-i’tikaf di dalam masjid.” (QS. Al Baqoroh: 187)
Dan juga karena masjid adalah tempat Nabi bert-i’tikaf.
Dianjurkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan amal ketaatan kepada Alloh seperti sholat; membaca Al Quran; berzikir, sholawat kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam; dan sebagainya.
Dimakruhkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan perkataan atau perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Sebagaimana dimakruhkan pula menahan diri dari berbicara karena menyangka bahwa hal tersebut mendekatkan diri kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. (Fiqh Sunnah).
Dan diperbolehkan untuk keluar dari tempat beri’tikaf karena ada kebutuhan yang harus dilaksanakan. Sebagaimana diperbolehkan juga untuk menyisir rambut, mencukur rambut kepala, memotong kuku dan membersihkan badan. I’tikaf batal apabila seseorang keluar tanpa ada keperluan atau berhubungan suami istri. Alhamdulillaahilladzii bi ni’matihi tatimmush shoolihaat.
(Diringkas dari kitab Al Wajiiz fii Fiqhi Sunnati wal Kitaabil ‘Aziiz Kitab Shiyaam, karya Syaikh Abdul ‘Azhim Badawi Al Kholafi hafizhohullohu)
Download [Klik Disini]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar yang membangun demi perbaikan Blog ini kedepan...
Sangat Disarankan untuk Memberikan Komentar yang Berbobot, Jelas, Padat dan sesuai serta relevan dengan Artikel dan Dilarang meninggalkan Link Hidup maupun Link Mati Pada Kolom Komentar, Komentar Yang Hanya : Thanks, Trims, Sip, Gan, Terima kasih dan Sejenisnya Tidak akan di Publikasikan. Terima Kasih.

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
 
Support : Creating Website | Mas Template
Copyright © Oktober 2012. Taufik Irawan ::: Official Community ::: - All Rights Reserved
Template Modify by Taufik Irawan
Proudly powered by Blogger