Mr.JOGER. Orang kreatif adalah orang yang bisa memunculkan ide dan diterima orang lain dengan senang hati. Salah satunya adalah Joseph Theodorus Wulianadi alias Mr Joger, BAA, BSS (Bukan Apa-Apa dan Bukan Siapa-Siapa). Pemilik pabrik kata kata Joger ini bahkan disebut sebagai orang kreatif yang mampu memunculkan ide gila, aneh, menipu semua orang tapi bagaimana yang ditipu tidak merasa ditipu, dan malah merasa senang.
Saya memproduksi sebuah jam yang berjalan mundur, yang kami buat justru untuk orang-orang yang berpikir maju. Kami juga sekarang telah memiliki sebuah VCD yang isinya mengajak siapa saja untuk berpikir merdeka. Karena dasar dari terbentuknya jiwa yang inovatif dan kreatif itu adalah kemerdekaan, tanpa kemerdekaan tak akan ada keberanian.
Itu semua adalah kalimat yang diproduksi dari pabrik kata-kata, Joger. Dipajang besar-besar di tokonya dan merupakan kalimat yang diproduksi paling awal oleh Joger. Kalau ke Bali, kita sudah pasti kepikiran untuk mampir ke Joger untuk membawa pulang oleh-oleh, atau sekedar menambah isi lemari karena terhibur dengan kata-kata yang tertulis di produk Joger. Tapi pernahkah terpikir kisah dibalik sukses dan nama besar Joger? Seperti apa gudang kata-kata ini melakukan perjalanannya menjadi salah satu ikon Bali?
Sang pendiri, Joseph Theodorus Wuliandi, membangun usahanya pertama kali di tahun 1980 dengan modal 500 ribu. Nama Joger sendiri adalah sebuah bentuk penghargaan untuk temannya yang bernama Gerhard Seeger—teman sekolahnya ketika di Jerman—yang telah berjasa memberi hadiah di pernikahannya, yang sekaligus menjadi modal utama usahanya, sebesar 20 ribu dollar. Joseph dan Gerhard, itulah kepanjangan dari Joger, dan sekarang Joseph sering mendapat panggilan Mr. Joger.
Joseph juga tak menepis bahwa keusilan dan kata-kata yang kadang nyeleneh dari Joger sempat membuat beberapa pihak tersinggung. Namun Joseph hanya menanggapinya dengan santai dan mengatakan bahwa meskipun tersinggung tapi mereka membenarkan. Karena produksi utamanya adalah pabrik kata-kata, maka setiap bulannya Joger menghadirkan kata-kata baru minimal satu. Dan Joseph tidak mengalami kesulitan sama sekali dalam mencari kalimat baru.
Baginya ide selalu bermunculan dari mana-mana, tidak perlu berpikir keras karena setiap hal yang dilihat bisa berubah jadi ide. “Malah di Joger saya lebih berani membuat istilah-istilah baru, yang akhirnya diterima,” jelas Joseph. Ketidaklazimannya dalam memasarkan produk pun membuat daya tarik Joger makin kuat, contohnya saja iklan Joger yang berbunyi: “Joger jelek Bali bagus”.
Joseph juga tak menepis bahwa keusilan dan kata-kata yang kadang nyeleneh dari Joger sempat membuat beberapa pihak tersinggung. Namun Joseph hanya menanggapinya dengan santai dan mengatakan bahwa meskipun tersinggung tapi mereka membenarkan. Karena produksi utamanya adalah pabrik kata-kata, maka setiap bulannya Joger menghadirkan kata-kata baru minimal satu. Dan Joseph tidak mengalami kesulitan sama sekali dalam mencari kalimat baru.
Baginya ide selalu bermunculan dari mana-mana, tidak perlu berpikir keras karena setiap hal yang dilihat bisa berubah jadi ide. “Malah di Joger saya lebih berani membuat istilah-istilah baru, yang akhirnya diterima,” jelas Joseph. Ketidaklazimannya dalam memasarkan produk pun membuat daya tarik Joger makin kuat, contohnya saja iklan Joger yang berbunyi: “Joger jelek Bali bagus”.
Ketika Joger didirikan, banyak entrepreneur yang dilibatkan. Jadi bukan saya saja yang menjadi entrepreneur, namun semua karyawan saya juga entrepreneur. Di saat yang sama saya juga membuat mereka sebagai pemilik Joger juga. Di Joger tidak ada sentralisasi, Cuma memang kebetulan untuk masalah disain tim kreatifnya terdiri dari lima orang, dan untungnya kelimanya ada dalam diri saya, sehingga si Joger tidak pernah terjadi keributan. Hal ini saya lakukan karena pernah saya memiliki banyak ahli, namun belakangan mereka jauh lebih banyak berdebat ketimbang bekerja.
Lalu menyikap dispromotion, dalam sebuah forum saya mengutarakan kata ini, banyak yang tidak setuju dengan kata itu, apalagi kemudian banyak juga yang menanyakan atas kapasitas apa bisa mengatakan kata itu. Oleh karena itu saya membuat sendiri gelar saya yaitu BAA dan BSS kepanjangan dari Bukan Apa-Apa dan Bukan Siapa-Siapa. Lalu saya balik bertanya kepada mereka, apakah tidak boleh bagi “orang baru” seperti saya ini untuk menyatakan sebuah kebenaran.
Di Joger ternyata saya lebih berani membuat istilah-istilah baru, yang akhirnya diterima. Seperti kata dispromotion yang pada awalnya ditolak akhirnya diterima. Dispromotion itu adalah konsep berpromosi yang tidak bermaksud untuk menaikkan jumlah omzet, karena saat ini jika ada orang yang ingin membeli kaos Joger dalam jumlah banyak selalu saya tolak. Ternyata hal ini melahirkan nilai baru, dan sayangnya kembali dicurigai sebagai taktik kami dalam menaikkan jumlah omzet, saya membantahnya dengan mengatakan, secara jujur, ramah dan bermanfaat saya melakukan dispromotion ini. Jadi dispromotion sama sekali tidak ditujukan untuk mempertinggi keuntungan yang saya terima.
Akar persoalan itu bisa saja menjadi masalah yang perlu dipecahkan atau menjadi menghancurkan. Contoh belum lama ini saya membaca 7000 karyawan pabrik sandal di PHK kemudian ada salah seorang diantara mereka yang menemui dan meminta Joger menolong mereka dalam memasarkan sandal itu. Joger mau saja membantu namun Joger tidak akan menjual sandal yang “biasa-biasa saja”, sandal itu harus lain dari yang lain. Kemudian kami melihat ada peluang untuk menjual sandal dalam jumlah yang besar. Strategi penjualan yang kami terapkan adalah kami hanya menjual sandal sebelah kiri saja, dan jika membeli sebelah kiri akan mendapatkan bonus sebelah kanan. Harganya pun kami bagi dua, jadi masing-masing seharga Rp. 16.500. Ternyata menjual sandal yang biasa dengan cara yang berbeda ini sudah menimbulkan suatu permintaan baru, saat ini pabrik sudah kewalahan. Sekarang ada kekosongan di Bali karena orang merasa wajib membeli yang begini karena hal ini telah menjadi cerita. Kini orang kalau ke Bali khusus ke Joger karena orang tahu kita adalah tempat yang selalu hadir dengan ide-ide baru.
Kalau kini Joger menjadi besar bukan karena keinginan kami, namun lebih banyak karena keinginan masyarakat. Dan semenjak 1987 Joger tidak lagi Profit Oriented (berorientasi kepad akeuntungan) tetapi Happiness Oriented (berorientasi kepada kebahagiaan).
Di Joger juga ada kebebasan untuk melanggar aturan asalkan demi konsumen. Sehingga saya mengatakan bahwa kalau Anda bikin susah boss itu bahaya besar, tapi kalau bikin susah konsumen itu bahayanya jauh lebih besar.
Sebetulnya dalam bisnis yang berbasis kreatifitas dan inovasi tidak mengenal persaingan, karena jika kita melukis dan ada yang hanya menyukai lukisan kita, maka berapa pun harganya, dan betapapun lebih bagusnya lukisan yang lain, orang akan tetap mencari dan membeli lukisan tersebut. Kami di Joger memang memilih untuk lebih leluasa menciptakan konsep, kami tidak mau memproduksi sendiri dan kalau saya masuk diproduksi kelihatannya untuk besar dan resikonya nanti terlalu cepat kaya. Dan sejak kami di luar Joger dan ini salah satu cara yang dicurigai sebagai taktik, padahal tidak. Dan saya pernah ditanya di Universitas Airlangga apakah saya punyak taktik atau punya strategi, sebetulnya kami tidak punya strategi dan tidak punya taktik kami hanya punya sikap dan komitmen yang kami jalankan secara konsisten dan konsekuen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon komentar yang membangun demi perbaikan Blog ini kedepan...
Sangat Disarankan untuk Memberikan Komentar yang Berbobot, Jelas, Padat dan sesuai serta relevan dengan Artikel dan Dilarang meninggalkan Link Hidup maupun Link Mati Pada Kolom Komentar, Komentar Yang Hanya : Thanks, Trims, Sip, Gan, Terima kasih dan Sejenisnya Tidak akan di Publikasikan. Terima Kasih.