Sabtu, 04 Januari 2014

Dari Tjakrabirawa Hingga Paspampres

Menjadi pasukan elit memang tidak mudah. Terlebih bagi pasukan pengaman presiden (Paspampres) yang dipercaya mengawal pemimpin negara beraktivitas. Dengan melewati serangkaian proses rekrutmen yang sangat ketat, keberanian dan kemampuan adu strategi menjadi syaratnya.

Berlari pagi keliling lapangan dan lari dengan menyandang beban menjadi sarapan wajib. Kegiatan ini juga sebagai uji ketahanan stamina pasukan yang ditugaskan menjaga orang-orang penting di sekitar presiden.

Tak hanya itu, olah fisik beladiri Yong Moo Do, Aikido, Karate, Merpati Putih, dan Mix Martrial Art juga menjadi bekal wajib Paspampers. Selain itu, melatih keterampilan khusus menembak untuk petempuran jarak dekat dan reaksi juga diasah.

Dituntut mampu menangangi beragam situasi darurat di air dan darat, latihan berenang dan menyelam juga diikuti seorang pasukan pengaman presiden.

Pasukan terlatih ini menjadi benteng perlindungan terakhir bagi pihak yang mereka lindungi. Komitmen dan pengabdian seorang Paspampres tidak main-main, setia dan waspada!

Pasukan Pengamanan Presiden
(PASPAMPRES) lahir spontan bersama dengan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesiasama halnya dengan kelahiran TNI dan Polri. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan, terlihat adanya para pemuda pejuang yang berperan mengamankan Presiden. Para pemuda yang berasal dari kesatuan tokomu kosaku tai berperan sebagai pengawal pribadi, dan para pemuda ex PETA (Pembela Tanah Air) berperan sebagai pengawal Istana.

Situasi keamanan pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sangat memprihatinkan, di beberapa daerah terjadi pertempuran sebagai respon atas keinginan penjajah Belanda dengan bantuan tentara sekutu untuk menduduki kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia . Ketika keselamatan Presiden mulai terancam dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda pada tanggal 3 Januari 1946. Mengingat kekuatan bersenjata Belanda semakin besar dan terpusat di Jakarta , serta pertimbangan intelijen RI saat itu yang memperkirakan adanya keinginan Belanda untuk menyandera Presiden RI dan Wakil Presiden RI , maka atas perintah yang dikeluarkan Mr.Pringgodigdo selaku Sekertaris Negara, diputuskan untuk melaksanakan operasi penyelamatan pimpinan nasional yang dikenal dengan istilah “Hijrah ke Yogyakarta”. Pada pelaksanaan penyelamatan ini telah ditampilkan kerjasama unsur – unsur pengamanan Presiden RI yang terdiri dari beberapa kelompok pejuang, ada kelompok yang menyiapkan Kereta Api Luar Biasa (KLB), ada yang mengamankan rute Jakarta – Yogyakarta, ada pula yang menyelenggarakan pengamanan di titk keberangkatan yang terletak di belakang kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no 56, Jakarta.

Secara rahasia KLB ini diberangkatkan pada tanggal 3 Januari 1946 sore hari menjelang gelap dan keesokan harinya tanggal 4 Januari 1946 tiba di Yogyakarta. Setibanya di Yogyakarta Presiden Ri menetap di bekas rumah Gubernur Belanda di Jalan Malioboro (depan benteng Vredeburg). Sedangkan Wakil Presiden RI bertempat tinggal di Jalan Reksobayan no 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaan operasi penyelamatan saat itu telah terjadi kerja sama antara kelompok pengamanan yang terdiri dari unsur TNI dan Polri. Untuk mengenang keberhasilan menyelamatkan Presiden Republik Indonesia yang baru pertama kalinya dilaksanakan tersebut, maka tanggal 3 Januari 1946 dipilih sebagai Hari Bhakti Paspampres.

RESIMEN TJAKRABIRAWA

Sejarah mencatat bahwa telah terjadi beberapa kali percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang berhasil di cegah dan digagalkan, antara lain : peristiwa perebutan kekuasaan tanggal 3 Juli 1946, peristiwa granat Cikini tanggal 30 November 1957, peristiwa MIG-15 “Maukar” tanggal 9 Maret 1960, peristiwa pelemparan granat di Jalan Cendrawasih tanggal 7 Januari 1962 dan peristiwa penembakan pada saat Idul Adha di halaman Istana Merdeka Jakarta tanggal 14 Mei 1962.

Mempertimbangkan dan mengantisipasi keadaan yang demikian mengkhawatirkan terhadap keselamatan jiwanya tersebut dan atas usul Menkohankam/KASAB (Kepala Staf Angkatan Bersenjata) pada saat itu Jenderal A.H Nasution, maka Presiden Soekarno berkeinginan untuk membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya. Pasukan khusus tersebut dikenal dengan RESIMEN TJAKRABIRAWA (Tjakrabirawa adalah nama senjata pamungkas milik Batara Kresna yang dalam lakon wayang purwa digunakan sebagai senjata penumpas semua kejahatan). Selanjutnya bertepatan dengan hari ulang tahun kelahiran Presiden Soekarno tanggal 6 Juni 1962 dibentuklah kesatuan khusus Resimen Tjakrabirawa dengan Surat Keputusan Nomor 211/PLT/1962. Resimen Tjakrabirawa dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan pengamanan yang semula Presiden Soekarno hanya dikawal oleh Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dibawah pimpinan Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjoyo menjadi satuan yang anggotanya dipilih dari anggota – anggota terbaik dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang masing – masing angkatan terdiri dari satu batalyon dengan Komandannya Brigadir Jenderal Moh. Sabur dan Wakil Komandanya Kolonel Cpm Maulwi Saelan. Tujuan dibentuknya Resimen Tjakrabirawa ini sebagaimana disebutkan dalam amanat Presiden Soekarno pada upacara penganugerahan “Dhuaja” kepada Resimen Tjakrabirawa tanggal 9 September 1963. Setelah 3 tahun bertugas, peran Tjakrabirawa sebagai Resimen Khusus yang bertugas melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap diri Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya berakhir pada tanggal 28 Maret 1966. Kesatuan ini dilikuidasi berdasarkan surat perintah Menteri Panglima Angkatan Darat nomor Sprint/75/III/1966 karena proses sejarah.

SATGAS POMAD PARA
Indonesia sekitar akhir tahun 1965 sedang mengalami pembenahan secara menyeluruh. Krisis politik yang selama berbulan – bulan dialami sebagai akibat lebih lanjut dari meletusnya peristiwa G30S/PKI. Berdasarkan Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN.75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966 yang berisi tentang perintah kepada Direktur Polisi Militer Angkatan Darat (Brigjen TNI Sudirgo) untuk melaksanakan serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polis Militer Angkatan Darat. Tidak lebih dari tiga hari setelah serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara berlangsung, Direktur Polisi Militer langsung mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor : Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) dimana ditunjuk Letkol Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para. Satgas Pomad Para yang berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer yang terdiri dari Batalyon Pomad Para sebagai inti, dibantu Denkav Serbu, Denzipur dan Korps Musikdari Kodam V Jakarta Raya, Batalyon II PGT (Pasukan Gerak Tjepat) Angkatan Udara, Batalyon Brimob Polisi Negara, serta batalyon Infanteri 531/Para Raiders yang kemudian diganti oleh Batalyon Infanteri 519/Raider Para keduanya dari Kodam VIII Brawijaya. Dengan tugas mengawal Kepala Negara RI dan Istana Negara, serta melaksanakan tugas – tugas protokoler kenegaraan, Satgas Pomad Para berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer dengan unsur – unsurnya antara lain terdiri dari 2 Batalyon Pomad, 1 Batalyon Infanteri Para Raider, serta 1 Detasemen Kaveleri Panser. Batalyon I Pomad Para berkedudukan di Jalan Tanah Abang II Jakarta Pusat yang dulunya bekas Markas Serta Asrama Resimen Tjakrabirawa, dengan tugas pokok “Melaksanakan pengawalan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, serta Tamu Asing setingkat Kepala Negara, melaksankan pengawalan Istana Merdeka Utara, Istana Merdeka Selatan serta kediaman resmi Presiden dan Wakil Presiden”. Batalyon II Pomad Para berkedudukan di Ciluer – Bogor yang merupakan bekas asrama Batalyon I Pomad Para dengan tugas melaksankan pengawalan Istana Bogor, Istana Cipanas, serta membantu Batalyon I Pomad Para dalam melaksanakan tugas pokoknya. Batalyon Kaveleri Serbu Kodam V Jaya tetap di BP kan ke Satgas Pomad, sedangkan Batalyon 531/Para Raiders selanjutnya ditarik kembali ke Kodam Brawijaya untuk bertugas dilingkungan angkatan Darat.

Sesuai dengan perkembangan organisasi dilingkunangan TNI-AD Batalyon II Pomad akhirnya dilikuidasi. Kemudian pada tanggal 10 Juni 1967 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Jenderal TNI Soeharto) dengan Nomor : KEP-681/VI/1967 yang berisi penetapan pembebasan Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dari tugas pengkomandoan terhadap Satgas Pomad. Untuk pembinaan selanjutnya kesatuan khusus tersebut ditetapkan secara langsung berada di bawah kendali Menteri /Panglima Angkatan Darat.

PASWALPRES (Pasukan Pengawal Presiden)
Presiden RI Jenderal TNI Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI. Satgas Pomad Para yang dibawak kendali Markas Besar ABRI ikut dibenahi dengan dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976 yang berisi pokok – pokok organisasi dan prosedur Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES). Melalui surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres yaitu “Menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden Republik Indonesia serta menyelenggarakan juga tugas – tugas protokoler khusus pada upacara – upacara kenegaraan”. Untuk organisasi Paswalpres diatur secara rinci dalam surat perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 antara lain :
Unsur Pimpinan
Unsur Pembantu Pimpinan
Unsur Pelayan Staf
Unsur Pelaksanan, yang terdiri dari:
Detasemen Pengamanan Khusus (Denpamsus) yang bertugas sehari–hari melakukan pengamanan fisik secara langsung terhadap Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. Detasemen Pengamanan Khusus terdiri dari:
Kelompok Komando (Pokko)
Kompi Kawal Pribadi (Ki Walpri)
Kompi Pengamanan Khusus (Ki Pam Sus)
Peleton Penyingkiran (Ton Kiran)
Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan (Yonwalprotneg) dimana Yonwalprotneg adalah satuan Polisi Militer yang langsung di Bawah Perintahkan kepada Paswalpres.

PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden)
Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep /02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988 Paswalpres masuk dalam struktur organisasi Bais TNI. Dalam perkembangan selanjutnya mengingat kata pengamanan dinilai lebih tepat digunakan daripada pengawalan karena mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan obyek yang harus diamankan. Sesuai dengan tuntutan tugas sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden)

Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi dibawah Badan Intelejen ABRI, akan tetapi berkedudukan dibawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas Protokoler khusus pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik dilingkungan Istana Kepresidenan maupun diluar.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/I/2010 tanggal 20 Januari 2010, organisasi Paspampres disempurnakan dengan komposisi sebagai berikut:
Unsur Pimpinan Komandan dan Wakil Komandan
Unsur Pembantu Pimpinan terdiri dari Inspektorat, Staf Perencanaan, Staf Intelejen , Staf Operasi, Staf Personel dan Staf Logistik.
Unsur pelayanan tediri dari Pekas , Sekretariat dan Detasemen Markas.
Unsur Badan pelaksana terdiri dari Densi, Denkomlek, Denkes, Denpal, Denbekang dan Pusdalops.
Unsur pelaksana terdiri dari :
Grup A, berkekuatan 4 detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Presiden RI beserta keluarganya.b. Grup B, berkekuatan 4 detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Wakil Presiden RI beserta keluarganya.c. Grup C, berkekuatan 2 detasemen melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap tamu negara dan keluarganya, serta 1 detasemen latihan bertugas melatih dan membina kemampuan personel Paspampres.d. Batalyon Pengawal dan Protokoler Kenegaraan.e. Skuadron Kavaleri Panser.f. Detasemen Musik (Densik).

Komandan Paspampres
Brigjen TNI Sabur 1962-1965
Kolonel Cpm Norman Sasono 1965-1972
Kolonel Cpm Darsa Soemihardja 1972-1975
Kolonel Cpm Noenawar 1975-1979
Brigjen TNI R.Sardjono 1979-1985
Brigjen TNI Pranowo 1985-1993
Brigjen TNI Jasril Jakub 1993-1995
Mayjen TNI Sugiono 1995-1997
Mayjen TNI Sutarto 1997-1998
Mayjen TNI Suwardi 1998-2000
Mayjen TNI I Putu Sastra Wigarta 2000-2000
Mayjen TNI Amir Tohar 2000-2001
Mayjen TNI Mar Nono Sampono 2001-2003
Mayjen TNI Mar Agung Wijajadi S 2003-2006
Mayjen TNI Suroyo Gino 2006-2007
Mayjen TNI Suwarno, S.Ip, M.Sc 2007-2008
Mayjen TNI Marciano Norman 2008-2010
Mayjen TNI Waris 2010-2011
Mayjen TNI Agus Sutomo 2011-2012
Mayjen TNI Doni Munardo 2012-Sekarang

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasukan_Pengamanan_Presiden
http://indomiliter.com/tag/paspampres/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar yang membangun demi perbaikan Blog ini kedepan...
Sangat Disarankan untuk Memberikan Komentar yang Berbobot, Jelas, Padat dan sesuai serta relevan dengan Artikel dan Dilarang meninggalkan Link Hidup maupun Link Mati Pada Kolom Komentar, Komentar Yang Hanya : Thanks, Trims, Sip, Gan, Terima kasih dan Sejenisnya Tidak akan di Publikasikan. Terima Kasih.

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
 
Support : Creating Website | Mas Template
Copyright © Oktober 2012. Taufik Irawan ::: Official Community ::: - All Rights Reserved
Template Modify by Taufik Irawan
Proudly powered by Blogger